Benarkah Youtube Menggantikan Peran Orang Tua ?
Sabtu siang setelah menjemput dua anak saya, seperti biasa saya akan ajak mereka bermain. Dan biasanya memang kami lakukan di kamar, alih alih persiapan tidur siang.
Dua bocah ini asyik bermain mulai dari lego ke playdoh, gak lama pindah menggambar karakter, terus diwarnai, kemudian digunting dan dijadikan bahan cerita model “wayangan”.
Buat saya kamar berantakan adalah hal yang sangat menggangu apalagi kalau lihatnya pas pulang kerja, tapi untuk sesi khusus seperti ini akan saya biarkan mereka berdua sesuka hati saling mengexplore kemampuan masing masing.
Lepas sholat dhuhur jamaah, saatnya anak anak ini tidur siang, mengingat sorenya kami akan jalan jalan menjenguk orang tua. Bundanya masih sibuk menyiapkan bekal dan baju ganti dan saya mulai memasang akting mengantuk dan mematikan lampu kamar anak.
Si Adek agak galau kalau melihat kondisi kamar yang gelap, meskipun dikamar anak ini sinar matahari masih bisa menerobos lewat jendela. Tapi buat adek hal ini masih kurang nyaman.
Akhirnya saya ajukan rayuan pamungkasnya, “Yok bobok dulu, ini Ayah akan bacakan dongeng” ucap saya sambil menggendong Adek kearah tempat tidur dimana si Kakak sudah menunggu dengan antusias.
Si kakak memang suka format bercerita, imaginasinya lumayan tinggi. Karakter yang dia bikin dan digunting selalu dibuat bahan “wayangan” isitilah yang sering kami pakai kalau si kakak lagi mulai jadi dalang 🙂
Karena saya kekurangan stok cerita akhirnya saya ambil ipad untuk cari cerita pendek anak-anak. Dan gak lama, saya sadar ternyata saya sudah melakukan sebuah “kesalahan” ehehehe 🙂
Dari cerita pendek yang saya dapat dari hasil browsing gak ada yang menarik minat dua bocah ini. Semuanya masang muka gak bersemangat, padahal sudah hampir berbusa mendongengnya. Muka kantuk aja gak tampak sama sekali dari raut mukanya. Si adek bilang, “Main lagi aja ya yah, dongengnya gak bagus” .
Mikir keras, gak lama si Kakak bilang “Cari di youtube aja yah, yang ada gambarnya” karena memang saya pengen dua bocah ini lekas tidur, akhirnya saya turutin permintaan kakak, dan gak sadar saya sudah melakukan “kesalahan kedua.”
Saya temukan youtube channel dongeng tradisional Indonesia, bergambar dan lumayan seru ceritanya. Setelah cerita Ayam Jantan dan Rubah si Adek pun tertidur pulas. Beda dengan kakak yang minta di carikan cerita yang lain, sampai akhirnya 3 dongeng habis dan kakak pun tertidur.
Saya coba memahami kembali, apakah begitu kuatnya pengaruh youtube ini ke anak anak saya. Sampai setiap opsi konten didalamnya dengan mudah dingat oleh anak saya.
Memang sich kita tidak membiasakan mereka dengan melihat program televisi. Kalau gak putar DVD, oper ke Disney Channel, dan opsi terakhir adalah streaming youtube untuk anak. Itu pun kami yang pegang kontrolnya.
Dengan tidak menyerahkan gadget ke anak anak tapi kami koneksikan (nirkabel) smartphone ke LED TV. Jadi streaming youtube untuk anak saya bisa kami pilihkan konten konten yang tepat. Saat automatic load nya memutar konten yang menurut kami kurang tepat, tinggal pencet kontrol di smartphone untuk merubah chanel youtube untuk anak saya.
Kami pun melihat beberapa pembelajaran dari youtube untuk anak kami mulai dari Mengaji – Membaca – Mewarnai lebih mudah dipahami dengan media ini, karena mungkin didukung dengan visual yang menarik.
Karena teknologi buat saya memang hal yang menarik, apalagi jika itu berbasis internet marketing. Membuat saya ingin belajar hal baru setiap harinya. Hal inilah yang sebenarnya ingin saya tularkan ke anak anak.
Baca Juga: Benarkah Mandi Terlalu Lama Bisa Merusak Kulit?
Kami pun melihat beberapa pembelajaran mulai dari Mengaji – Membaca – Mewarnai lebih mudah dipahami, karena mungkin didukung dengan visual yang menarik. Itu pendapat saya lho ya 🙂
Meskipun masih ada juga sich kekhawatiran akan kualitas konten yang bisa diakses oleh anak anak ini via streaming. Kita lah yang seharusnya memegang kontrolnya, bukan bocah bocah ini.
Inilah menjadi kegamangan saya. Apakah peranan saya, kami berdua sebagai orang tua sudah mulai tergantikan ? atau ini hanyalah sebuah alat bantu bagi kami para orang tua untuk mendidik anak anaknya ?
Meskipun perlahan “ketergantungan” gadget ini mulai tergantikan dengan aktifitas motorik mulai dari main bola, berenang, bersepeda dan sekarang lagi pada demen main rollerblade 🙂
Tapi perkembangan teknologi ini tidak boleh diabaikan, pengenalan dini secara positif buat saya masih menjadi salah satu opsi mendidik anak. Tinggal bagaimana kita menemukan konten dan mengontrolnya.
Bagaimana dengan kawan kawan yang lain ? Ada yang merasakan hal yang sama dengan saya kah ? Tips kecil dari saya diatas bisa dijadikan inspirasi para orangtua yang sedang mendidik anak di era digital seperti sekarang ini.