RUU PKS : Semakin Ditolak, Semakin Ingin Disahkan

Author:

Category:

spot_imgspot_img

Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS), sedang berada di fase pro dan kontra yang cukup alot di masyarakat. RUU yang diinisiasi DPR dan diusulkan pada 2017 ini, ternyata menuai banyak penolakan di masyarakat. Pasalnya, dalam RUU PKS tersebut mengandung kalimat-kalimat yang multitafsir.

Salah satu pihak yang menyatakan menolak adanya RUU PKS ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Menurut Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, definisi dan cakupan tentang kekerasan seksual dalam RUU PKS ini memiliki perspektif liberal. Selain itu, RUU PKS ini dapat membuka ruang terhadap seks bebas dan kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).

Baca juga : Bullying Terhadap Anak dan Remaja, Ini Hukuman Bagi Pelaku

Penolakan ini tak hanya dilakukan oleh partai yang terlibat dalam pemerintahan. Salah satunya Maimon Herawati, dosen Universitas Padjajaran yang menyatakan penolakannya dengan membuat petisi. Petisi yang berhasil mengumpulkan lebih dari 150.000 tanda tangan ini berisi tentang tidak adanya pengaturan tentang kejahatan seksual. Contohnya seperti hubungan seksual yang melanggar norma susila dan agama.

Di pihak lainnya, kelompok pendukung penyitas kekerasan seksual, Lentera Indonesia, justru membuat petisi yang mendukung segera disahkannya RUU PKS. Karena bagi mereka RUU PKS ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kekerasan seksual. Sehingga dapat mewujudkan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.

Baca juga : RUU Permusikan, Melindungi atau Melucuti Musisi?

Bahkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bambang Soesatyo berpendapat agar RUU ini segera disahkan. Dengan tidak mengabaikan sikap fraksi PKS yang menolak RUU PKS ini, beliau berharap ada titik temu dari pro kontra yang berkembang saat ini. Karena sebenarnya yang dibutuhkan saat ini adalah kombinasi peran pemerintah dan masyarakat dalam pengentasan kekerasan seksual.

Seperti dalam RUU PKS yang menjelaskan adanya usaha pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual. Mulai dari pendampingan hukum, medis, psikologis dan psikososial, serta aspek pemulihan korban.

Negara itu seharusnya berusaha melindungi warga negaranya, terutama pada kasus-kasus kekerasan seksual. Di mana setiap tahun jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat.

Dari data catatan tahunan Komisi Nasional Perempuan Tahun 2018, menyebutkan adanya peningkatan jumlah kasus kekerasan seksual di Indonesia. Ada 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani oleh Komnas Perempuan selama tahun 2017.

spot_img

Read More

Related Articles